
Demokrasi Partisipatoris
PHI mempraktikkan holakrasi—sebuah model demokrasi yang baru, bahkan di atas demokrasi, di mana tidak ada struktur hierarkis dan yang dipraktikkan adalah heterarki. Dalam holakrasi tidak ada ketua melainkan presidium beranggotakan lima orang yang bekerja secara kolektif kolegial. Para anggota punya peran dan tanggung jawab masing- masing yang sejajar serta tidak ada pimpinan atau bawahan. Ini berlaku sampai ke tingkat bawah, di mana ada kelompok kerja (pokja) yang dikoordinir oleh fasilitator pokja. Dalam bentuk holakrasi kekuasaan didesentralisasi, di mana struktur organisasi berbentuk lingkaran dengan lingkaran-lingkaran kecil di dalamnya. Semua orang bisa menyampaikan gagasan dan ikut mengambil keputusan dengan kebebasan yang sama. Hal ini yang membuat PHI sangat berbeda dengan partai-partai yang lain.
Presidium Nasional
Periode 2021-2026

Dimitri Dwi Putra
DKI Jakarta
Representasi Tunas Hijau Indonesia (Young Greens) pada komposisi Presidium PHI pertama. Berkarir sebagai profesional baik di Organisasi Non Pemerintah maupun Perusahaan Teknologi Finansial. Lulus dengan gelar Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Bina Nusantara pada 2016. Kedekatannya dengan gerakan Sosial Politik Lingkungan dimulai pada tahun 2010 melalui “Green Student Movement”, dan berlanjut pada tahun 2014 pada Gerakan Turun Tangan. Sampai saat ini Dimitri aktif membantu kelompok rakyat miskin kota dan pelaku usaha kecil menengah. Namun kedekatannya pada sektor keuangan mendorongnya untuk memperjuangkan hadirnya Green Financing di Indonesia.

Nur Rosyid Murtadho
Jawa Timur
Memperoleh pendidikan Islam di Pesantren Tebuireng, Jombang dan Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta. Belajar filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta. Pernah menjabat sebagai Direktur Pusat Kajian Pesantren dan Demokrasi (PKPD) Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Sekarang menjabat sebagai Koordinator Komite Nasional Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), sebuah organisasi jejaring aktivis dan anak-anak muda berlatar belakang Nahdlatul Ulama (NU) dan para petani kecil untuk memperjuangkan kedaulatan agraria dan sumber daya di Indonesia. Selain itu, sedang merintis pesantren Ekologi Misykat Al-Anwar di Bogor, Jawa Barat, dan menjadi peneliti agraria di Sajogyo Institute, Bogor. Di tengah kesibukan mengajar dan menjadi penyunting di islambergerak.com dan mengasuh rubrik Islam “Tabayyun” di indoprogress.com

Taibah Istiqamah
Kalimantan Tengah
Lahir dari keluarga petani di Desa Anjir Pasar (wilayah di Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan). Minatnya pada bidang politik ekologi bermula sejak masih menjadi mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Lambung Mangkurat, di mana ia bergabung dengan Organisasi Pencinta Alam sejak awal tahun 2000 dan mulai terlibat sebagai pemantau pemilu pada Pemilu 2004. Selepas lulus, ia kemudian bergabung sebagai staff Walhi Kalimantan Selatan. Sempat tinggal di Palangka Raya, ibukota provinsi Kalimantan Tengah karena terpilih sebagai anggota KPU Provinsi Kalimantan Tengah periode 2013-2018, saat ini Taibah kembali tinggal di desa Anjir Serapat Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. bersama keluarganya. Menurut Taibah, menjadi presidium Partai Hijau Indonesia adalah keputusan besar yang dia ambil dalam kesadaran penuh setelah selama ini mengamati dinamika politik dalam dan luar negeri. Ada harapan dalam gagasan yang diusung Partai Hijau Indonesia dan ia memutuskan akan turut memperjuangkannya demi Indonesia yang lebih baik untuk generasi berikutnya.

John Muhammad
DKI Jakarta
Lulus dari Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti 2003. John-John, panggilan akrabnya, adalah Ketua Himpunan Arsitektur – Adhisthana (1997-1998) dan Ketua Senat Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (1998-1999). Dia adalah Koordinator Lapangan, saat terjadinya insiden berdarah 12 Mei 1998 menjelang jatuhnya Soeharto. Saat mahasiswa, dia fokuskan diri pada pengembangan konsep gerakan dan independensi organisasi mahasiswa. Hal inilah yang membawanya jadi Ketua Komite Pengarah Lokakarya Nasional Mahasiswa Indonesia untuk pertama kalinya (1998) dan Ketua Komite Pengarah Kongres Mahasiswa Universitas Trisakti yang pertama (1999). Keterlibatannya dalam aktivitas kemanusiaan juga dimulai dari mahasiswa, yakni saat jadi Ketua Delegasi dan Juru Bicara Universitas Trisakti dalam Bantuan Kemanusiaan untuk Pengungsi dan Rakyat Aceh (1999). Setelah lulus kuliah, pada 2003, dia aktifkan kembali Tim Penuntasan Kasus Trisakti (Sekretaris Jenderal). Pada akhir 2005, ia bergabung dengan Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir/KASUM (Wakil Sekretaris Eksekutif). Selain itu, sebagai arsitek yang mempromosikan konsep arsitektur hijau, dia juga dirikan Kelompok Studi dan Kerja untuk Perkotaan/Dialokota (2004) dan Pusat Studi Kampung-Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Trisakti (2012). Ketertarikan pada alam, bermula saat bergabung dengan Taruna Pencinta Alam, SMA 6 Jakarta (1991). Kecintaan itu juga yang mengantarkannya sebagai Ketua Harian Komunitas Tanaman Karnivora Indonesia (KTKI), yakni sebuah komunitas pencinta tanaman karnivora dengan misi konservasi (2009). Pada 5 Juni 2012, bersama dengan sejumlah aktivis lingkungan, dia mendirikan Partai Hijau Indonesia, dan dipercaya menjadi Sekretaris Jenderal. Pada tahun ini pula, dia dirikan Public Virtue Institute. PVI adalah lembaga yang berfokus mengonsolidasikan gerakan sosial offline dengan online dan mempromosikan demokrasi partisipatoris dalam ekologi digital.
